Senin, 20 Mei 2024

Breaking News

  • Ikatan Komunitas Terjalin, BRK Syariah Isi Kegiatan Silaturahmi Gubri dengan Masyarakat Riau di Jakarta   ●   
  • Cristiano Ronaldo menjadi atlet dengan bayaran tertinggi di dunia versi Majalah Forbes. Dalam karirnya di dunia sepak bola, pencapaian ini merupakan kali keempat yang diraih pemain asal Portugal itu.   ●   
  • Suzuki SM Amin Gelar Special Event Lomba Mewarnai Tingkat SD Berhadiah Jutaan Rupiah   ●   
  • Syamsuar Singgung UKT Mahal Saat Daftar Bacalon Gubri ke PAN dan PKS   ●   
  • Bawa Kabur hingga Setubuhi Anak di Bawah Umur, Pria di Kuansing Jadi Tersangka   ●   
Kondisi Cuaca Panas di Indonesia Bukan Akibat Gelombang Panas Melainkan Karena Peralihan Musim
Senin 06 Mei 2024, 14:21 WIB

(TABLOIDRAKYAT) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap cuaca panas di Indonesia belakangan ini bukan akibat gelombang panas (heatwave). Kondisi cuaca panas ini dipicu oleh peralihan musim.

Hal ini dijelaskan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulis di laman BMKG, Senin (6/5/2024). BMKG telah melakukan pengamatan suhu. Berdasarkan pengamatan tersebut, katanya, fenomena cuaca panas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas.

"Memang betul, saat ini gelombang panas sedang melanda berbagai negara Asia, seperti Thailand dengan suhu maksimum mencapai 52°C. Kamboja, dengan suhu udara mencapai level tertinggi dalam 170 tahun terakhir, yaitu 43°C pada minggu ini. Namun, khusus di Indonesia yang terjadi bukanlah gelombang panas, melainkan suhu panas seperti pada umumnya," ungkap Dwikorita di Jakarta, Senin (6/5/2024).

Dwikorita menerangkan kondisi maritim di sekitar Indonesia dengan laut yang hangat dan topografi pegunungan mengakibatkan naiknya gerakan udara. Hal ini memicu terjadinya penyanggaan atau buffer kenaikan temperatur secara ekstrem dengan terjadi banyak hujan yang mendinginkan permukaan secara periodik.

Dia mengungkap suhu panas yang terjadi merupakan akibat pemanasan permukaan. Hal ini sebagai dampak mulai berkurangnya pembentukan awan dan berkurangnya curah hujan.

Sama halnya dengan kondisi 'gerah' yang dirasakan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini, tambah dia, hal tersebut juga merupakan sesuatu yang umum terjadi pada periode peralihan musim hujan ke musim kemarau.

"Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari," paparnya.

Sedangkan pada malam hari, kondisi gerah serupa dapat terasa jika langit masih tertutup awan dengan suhu udara serta kelembaban udara yang relatif tinggi. Selanjutnya, udara berangsur-angsur dirasakan mendingin kembali jika hujan sudah mulai turun.

Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan suhu udara maksimum tertinggi di Indonesia selama sepekan terakhir tercatat terjadi di Palu, yakni 37,8°C, pada 23 April lalu.

Suhu udara maksimum di atas 36,5°C juga tercatat di beberapa wilayah lain, yaitu pada 21 April di Medan, Sumatera Utara yang mencapai 37,0°C, dan di Saumlaki, Maluku, mencapai suhu maksimum sebesar 37,8°C, serta pada 23 April di Palu, Sulawesi Tengah, mencapai 36,8°C.

Berdasarkan hasil pantauan jaringan pengamatan BMKG, kata Ardhasena, hingga awal Mei 2024, baru sebanyak 8% wilayah Indonesia (56 Zona Musim atau ZOM) telah memasuki musim kemarau. Wilayah yang telah memasuki periode musim kemarau tersebut meliputi sebagian Aceh, sebagian Sumatera Utara, Riau bagian utara, sekitar Pangandaran Jawa Barat, sebagian Sulawesi Tengah, dan sebagian Maluku Utara.

Pada periode hingga satu bulan ke depan, terdapat beberapa wilayah yang akan memasuki musim kemarau, seperti sebagian Nusa Tenggara, sebagian pulau Jawa, sebagian pulau Sumatera, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Maluku, serta Papua bagian timur dan selatan.

"Meskipun demikian, sekitar 76% wilayah Indonesia lainnya (530 ZOM) masih berada pada periode musim hujan," imbuhnya.

Gelombang Panas Landa Asia

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Fachri Radjab menjelaskan gelombang panas banyak melanda sejumlah negara di Asia. Dari Vietnam juga dilaporkan bahwa suhu maksimum di beberapa bagian utara dan tengah mencapai angka 44°C. Sementara itu di Filipina, fenomena gelombang panas menyebabkan pemerintah meliburkan sekolah-sekolah.

Fachri menyebut, serangkaian gelombang panas ini diduga disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, gerakan semu matahari pada akhir April dan awal Mei ini berada di atas lintang 10 derajat Lintang Utara yang bertepatan dengan wilayah-wilayah Asia Tenggara daratan. Hal ini menyebabkan penyinaran matahari sangat terik dan memberikan background kondisi yang panas.

Faktor kedua, lanjut dia, adalah anomali iklim El Nino 2023/2024. Analisis data historis menunjukkan bahwa saat terjadi El Nino, wilayah Asia Tenggara daratan akan mengalami anomali suhu hingga mencapai 2 derajat di atas normal pada periode Maret-April-Mei.

Adapun faktor ketiga adalah pengaruh pemanasan global, yang menyebabkan suhu terus meningkat dari tahun ke tahun. Kombinasi ketiga faktor tersebut menyebabkan suhu udara pada April-Mei ini menjadi sangat ekstrem di wilayah Asia Tenggara.

"Mudah-mudahan situasi tersebut tidak terjadi di Indonesia," pungkasnya
(rdp/imk)

Sumber: DEtik.com




Untuk saran dan pemberian informasi kepada tabloidrakyat.com, silakan kontak ke email: tabloidrakyat@yahoo.com


Komentar Anda


Copyright © 2023 Tabloidrakyat.com - All Rights Reserved
Scroll to top